“Menikmati” Energi Nuklir di Jepang

Jepang terkenal sebagai negara yang miskin akan sumber energi. Hampir 100% dari energi yang mereka pakai adalah hasil dari import dari berbagai negara,  boleh dikata bahwa Jepang net energy importer.  Minyak bumi mereka impor dari Timur Tengah, batubara berasal dari Indonesia China dan Australia, gas alam diimpor dari Indonesia dan Timur Tengah, sedangkan Uranium mereka peroleh dari Kanada dan Australia. Di sektor kelistrikan, Jepang memiliki energy mix yang menarik, tidak seperti di negara lain yang cenderung dominan di salah satu sumber energi, namun di Jepang ada tiga sumber energi utama yang diandalkan untuk menyuplai listrik mereka, yakni nuklir, batubara dan gas alam. Proporsi diantara tiga sumber energi utama tersebut hampir berimbang, 31% nuklir, 25% batubara dan 26% gas alam, selebihnya bersumber dari minyak bumi dan pembangkit listrik tenaga air.

Produksi listrik di Jepang berdasarkan jenis bahan bakar yang digunakan

Tanggal 23 dan 24 November 2010 lalu, saya mengikuti Field Trip bagi mahasiswa doktor yang diselenggarakan oleh Global Center of Excellent (GCOE) Energy Science, Kyoto University. Beruntung bagi saya, studi lapangan kali ini dilakukan di dua pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), yakni PLTN Monju dan PLTN Ohi. Kedua PLTN ini terletak di Fukui Prefecture, sebelah selatan Kyoto, di mana salah satu kota dari Prefecture ini ada yang bernama Obama City. Kota yang kebetulan memiliki nama hampir mirip dengan Presiden Amerika saat ini, Barrack Obama.

PLTN Monju

Monju adalah PLTN pertama di Jepang yang berjenis Fast Breeder Reactor (FBR), terletak di dekat teluk Wakasa, sebelah utara Kyoto. Konstruksi PLTN ini dibangun pertama kali pada tahun 1985, dan critical point pertama dari pengoperasian PLTN ini terjadi pada tahun 1994.  Reaktor di Monju ini tidak menggunakan air sebagai media pendingin dapur reaktor, namun menggunakan Sodium, sejenis metal yang mudah bereaksi dengan udara (oksigen). PLTN ini berkapasitas 280 MW dan dioperasikan oleh Japan Atomic Energy Agency (JAEA). Sepertinya PLTN ini dibangun juga sebagai salah satu fasilitas riset nuklir milik pemerintah Jepang.

Wujud Sodium metal

Pada tahun 1995, sebuah insiden serius terjadi dalam pengoperasian PLTN ini. Pipa yang membawa material pendingin reaktor, yakni sodium, patah menyebabkan sodium bocor diruangan dapur reaktor. Cairan sodium ini kemudian bereaksi dengan udara bebas (uap air dan oksigen) menghasilkan panas yang tinggi hingga ratusan derajat. Panas tersebut menyebabkan beberapa besi struktur di ruangan tersebut menjadi meleleh. Masih beruntung kejadian ini diketahui sebelum kerusakan yang lebih parah di ruang reaktor, sehingga tidak menyebabkan terjadinya kebocoran radiasi nuklir.

PLTN Monju, dengan reaktor berjenis FBR

Insiden tersebut menyebabkakan PLTN ini ditutup hampir selama 15 tahun untuk dilakukan pemeriksaan dan perbaikan teknis reaktor maupun prosedur pengoperasiannya. Pada bulan Mei 2010, reaktor ini kembali mulai dioperasikan, sehingga saya memiliki kesempatan untuk mengunjunginya. Kesan saya ketika pertama kali mengunjungi PLTN adalah bahwa sistem keamanan di sana sangat ketat sekali, semua orang diminta untuk terlebih dahulu mendaftar jauh-jauh hari melalui GCOE dengan menyertakan copy pasport atau identitas yang lain. Begitu pula ketika pertama kali akan memasuki fasilitas PLTN, kita diwajibkan berganti mobil dengan yang telah disiapkan oleh petugas, lalu diberikan ID khusus tamu yang diperlukan untuk melalui pemeriksaan keamanan yang berlapis-lapis.

Karena PLTN Monju ini baru saja dioperasikan kembali, maka kami tidak diijinkan untuk memasuki bangunan reaktor tersebut, namun sebagai gantinya, kami diijinkan untuk mengunjungi fasilitas pelatihan bagi para operator PLTN, di sini terdapat simulator  untuk mengoperasikan PLTN yang dibuat mirip dengan operator room yang asli. Biasanya calon operator PLTN mendapatkan pelatihan di fasilitas ini selama bertahun-tahun sebelum mereka diberikan tugas untuk menjalankan pengoperasian PLTN yang sesungguhnya.

PLTN Ohi

Di hari kedua dari kunjungan studi lapangan kami (24 November), kami mengunjungi PLTN Ohi. Berbeda dengan Monju yang berkapasitas kecil, PLTN Ohi memiliki kapasitas pembangkitan sebesar 4.710 MW dan telah dioperasikan secara komersial oleh Kansai Electric Power Company (KEPCO).  Ohi memiliki 4 unit reaktor dengan jenis Pressure Water Reactor (PWR). Unit 1 dan 2 dioperasikan pertama kali pada tahun 1979 dengan kapasitas pembangkitan masing-masing adalah 1.175 MW. Sedangkan unit 3 dan 4 memiliki kapasitas masing-masing sebesar 1. 180 MW, dioperasikan pada tahun 1991 untuk unit 3 dan  unit 4 pada tahun 1993. Tidak seperti di Monju, PLTN Ohi membutuhkan air sebagai media pendingin dapur reaktor, sehingga PLTN ini menyedot sejumlah air laut.

Sebelum kami mengunjungi fasilitas nuklir secara langsung, kami diantar terlebih dahulu oleh pihak KEPCO ke sebuah fasilitas untuk Public Relationship mereka yakni El Park Ohi PR Hall. Di tempat ini, kami telah disambut oleh seorang guide yang cantik dan ramah, guide inilah yang mengantarkan kami untuk menikmati theater PLTN. Theater ini dibangun menyerupaki bentuk reaktor nuklir Ohi,  di dalamnya kita bisa menyaksikan film bagaimana reaktor PWR bekerja beserta simulasinya.

El Park Ohi PR Hall milik KEPCO yang sengaja dibangun sebagai sarana sosialisasi dan edukasi PLTN

Theater yang juga sekaligus miniatur reaktor PWR

Selanjutnya kami benar-benar diantar untuk mengunjungi fasilitas nuklir Ohi oleh guide tersebut, kami diperbolehkan untuk melihat bagaimana proses perangkaian bahan bakar uranium menjadi siap digunakan, kemudian melihat fasilitas operator PLTN, generator yang digunakan untuk membangkitkan listrik, dan yang terakhir tentu saja kami diberi kesempatan melihat bagaimana sampah bahan bakar nuklir itu disimpan melalui jendela kaca yang memiliki ketebalan 30 cm untuk menghindari radiasi.

PLTN Ohi, dan inlet dari air laut yang akan digunakan sebagai pendingin

Energy Security

Jepang, sekali lagi telah membuktikan kehebatannya sebagai negara maju, meskipun mereka miskin akan sumber daya alam, namun  mereka kaya akan kualitas sumber daya manusianya, sehingga mampu membangun teknologi mereka hingga sedemikian rupa canggihnya. Meningkatnya kualitas hidup masyarakat dan majunya industri Jepang menuntut permintaan sumber energi listrik yang luar biasa tinggi. Teknologi nuklir Jepang telah menjawab tuntutan masyarakatnya, bahwa tanpa sumber daya energi yang cukup, nuklir mampu memberikan solusi dengan memberikan daya pembangkitan listrik yang tinggi, dan tentunya dengan harga produksi yang terjangkau oleh masyarakat.

10 Responses to “Menikmati” Energi Nuklir di Jepang

  1. rahardiy berkata:

    mantap sekali mas Ery, mudah2an secepatnya nanti di Indonesia juga bisa terlaksana.

  2. masyhury berkata:

    wah, keren banget mas,,
    Indonesia pasti tertinggal jauh dari jepang ini,,
    banyak sumber daya alam tapi tak dimanfaatkan, sangat di sayangkan,, 😀

  3. devitrie berkata:

    wahhh,, tebal kaca 30 cm itu ky’ apa ya….. Msh kliatan gak yah ikannya kl dijadiin akuarium, hihi..
    Nice post! 😉

  4. koeshariatmo berkata:

    informasinya sangat bermanfaat buat saya mas..
    bahan tambahan bahwa negara jepang memang sangat maju..

    Indonesia… ayo maju doooong

  5. wiangga0409 berkata:

    wah.. mas insinyur tetap konsisten sebagai artist of the world.

    happy new year 2011 . sukses ya 🙂

  6. ardia berkata:

    Smoga sukses bwt dek ery…!!!

  7. imroee berkata:

    wow… keren!

  8. teguhsasmitosdp1 berkata:

    Kapan Indonesia bisa maju seperti Jepang ?

  9. erywijaya berkata:

    Insya Allah kita pasti akan bisa Pak Teguh, hanya saja waktunya kapan, itu diri kita sendiri yang menentukan 🙂

  10. […] [4]https://erywijaya.wordpress.com/2010/12/30/menikmati-energi-nuklir-di-jepang/ […]

Tinggalkan komentar